Laman

Selasa, 06 Desember 2011

Ketika Patah Hati (Tentang Hidup - Jilid 2)

“Mereka aja yang belum beruntung dapetin kita”
Film Jomblo

Hampir semua orang pernah merasakan patah hati dan dikecewakan. Beberapa pengalaman teman-teman saya menunjukkan bagaimana mereka ditinggalkan oleh orang yang mereka sangat cintai, mulai dari ditolak berkali-kali, dikhianati (selingkuh), tidak disetujui oleh orang tua, hingga adapula yang ditinggal untuk selamanya karena sang kekasih menghadap sang pencipta. Itu semua yang namanya cinta.
Kata orang, no pain no gain. Sederhananya istiah tersebut, tetapi memiliki makna yang dalam. Setiap kesukaran yang kita temui dalam percintaan akan menentukan seberapa besar dan tulusnya cinta yang kita miliki untuk orang tersebut. Melalui artikel ini saya ingin membagi bahan perenungan untuk para pembaca yang sedang dilanda patah hati.

Cinta tak harus memiliki.
Tidak semua yang kita cintai harus kita miliki. Seperti pada artikel saya sebelumnya, semua hal yang kita dapatkan berdasarkan atas usaha dan doa kita. Andaipun kita telah berusaha dengan maksimal dan berdoa se-khusyuk-nya tapi tidak jua membuahkan hasil yang diharapkan, itu semata karena dia yang kita cintai pada saat ini (INGAT! pada saat ini) memang bukanlah yang terbaik untuk kita.

Memberi tanpa Harus Menerima
Cinta yang tulus itu selalu memberi tanpa mengharapkan balasan apa-apa. Ada diantara kita yang terlalu sibuk menghitung berapa biaya yang telah kita keluarkan untuk sang kekasih atau menghitung jasa yang telah kita berikan pada mereka yang kita cintai. Dalam beberapa kasus yang sempat disiarkan di sebuah acara televisi, sang gadis merasa dirugikan karena selama berpacaran dia-lah yang mengeluarkan biaya paling banyak ketimbang sang pacar. Adapula, sang pemuda yang merasa “dirugikan” oleh sang pacar secara finansial.
Saya tidak sedang menghakimi apakah mereka benar atau salah. Namun, coba tinjau lagi apa yang telah kita lakukan dan apa yang telah kita berikan. Jika kita memang tulus, mengapa kita tetap sibuk menghitung apa yang telah kita berikan atau lakukan. Penyesalan dan benci yang timbul itu karena dari awal kita memang mengharapkan imbalan darinya.
Saat saya masih kuliah, saya sering memperoleh pengalaman berharga dari beberapa teman. Di tengah hujan lebat, saya pernah melihat seorang teman saya pernah menunggu pacarnya yang sedang menghadap dosen setelah ujian skripsi dengan sabar di depan kantor jurusan. Delapan bulan kemudian, dia diputuskan oleh sang pacar tanpa alasan yang jelas. Saya pun memberanikan diri menanyakan tentang apa yang dia rasakan, dia menjawab “Sakit, tapi saya tidak merasa menyesal atas pegorbanan saya”.

Cinta itu Buta
Sebuta apakah cinta tergantung dari pandangan kita tentang kelebihan dan kekurangan sang kekasih. Kagumi kelebihannya, tapi perbaiki kekurangannya. Melihat salah satu saja hanya akan memberikan kelalaian dan kekecewaan. Selain itu, jangan mengharapkan kesempurnaan jika kita sendiri juga tidak sempurna. Beberapa alasan putus cinta hanya karena kita memandang sang kekasih tidak cukup sempurna untuk kita. Inilah sala satu alasan putus cinta yang paling egois dalam sejarah hidup manusia. Cintanya hanya sibuk memandang kekurangan orang lain, buta kekurangan diri sendiri. Jika Anda pernah diputus oleh sang kekasih karena ini, bersyukurlah karena Anda lah yang sebenarnya menemukan kekurangan kekasih Anda sebelum semuanya terlambat.

Berharap Tanpa Waktu
Untuk yang satu ini saya punya cerita menarik. Saya mengenal seseorang yang begitu gigihnya menunggu dia yang dicintai-nya dengan sepenuh hati selama lebih kurang 19 tahun.

Anggap saja nama beliau Adeline. Adeline berpacaran semenjak kuliah selama 2 tahun. Namun malangnya, sang kekasih malah menikahi orang lain. Adeline pun terpuruk dan sering kali menangis, dan ini berlangsung selama 2 tahun semenjak mereka putus. Kesibukan kerja-lah yang membuatnya mampu untuk melupakan sang pujaan hati sementara waktu. Ini berlangsung selama 19 tahun setelah Adeline ditinggal kawin oleh sang kekasih. Hingga pada suatu waktu, tepat 2 tahun yang lalu, buah penantiannya terjawab. Ternyata tanpa sepengetahuan Adeline (karena sejak putus, Adeline tidak lagi berkomunikasi dengan mantannya), sang mantan kekasih bercerai dengan istrinya. Akhirnya Adeline dilamar oleh mantan kekasihnya dan sekarang hidup berbahagia.

Seperti mimpi rasanya ketika saya mendengar cerita tersebut dari yang bersangkutan. Begitu tabah dan kuatnya beliau menanti. Saya sendiri tidak akan sanggup untuk melakukannya. Adeline mengatakan bahwa dia yakin kepada Allah kalau suatu saat setiap doa dan keyakinan akan dinilai oleh-Nya. Inilah salah satu kuncinya, KEYAKINAN. Bagi para pembaca yang (maaf) kurang memiliki keyakinan dalam masalah seperti ini, saya sangat menganjurkan untuk tidak melakukan ini.

Pilihlah Aku
Tak ada satu orang pun yang suka jika dibandingkan dengan mantan dari kekasihnya. Padahal kalau kita merenungkan sejenak, dari situlah kita bisa memperoleh nilai lebih terhadap penilaian sang kekasih. Memberikan yang terbaik dengan setulusnya adalah salah satu yang bisa kita lakukan untuk memenangkan hatinya. Dia akan melihat kita memenuhi kriterianya sebagai kekasih yang “sempurna”. Banyak diantara kita yang gagal melihat ini sebagai peluang hanya karena keegoisan diri.


Demikianlah perspektif saya tentang patah hati dan cinta, semoga dapat menjadi bahan perenungan untuk kita semua, termasuk saya sendiri. Sekali lagi, saya mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang berkenan membaca artikel saya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar